Sunday 24 November 2013

"Nggak Cocok"

Ada beberapa teman SMA saya yang memilih pindah jurusan waktu kuliah di tahun pertama atau tahun kedua, dan memilih mengulang dari semester awal di jurusan kuliah yang baru sebagai mahasiswa baru -entah itu di universitas yang sama, atau di universitas yang baru juga. Alasannya? Ngerasa nggak cocok. Alasan 'nggak cocok' ini cukup unik menurut saya. Setelah satu-dua tahun, atau mungkin lebih dalam menempuh kuliah yang memakan waktu dan juga biaya, alasan 'nggak cocok' jadi terasa kurang tepat. Perlukah waktu begitu lama sampai kita sadar akan cocok nggak cocoknya sesuatu yang kita jalani atau kita kerjakan?

Bicara soal 'cocok' bisa selalu kita kaitkan dengan kata 'pilihan'. Cocok juga bisa berarti nyaman dengan apa yang kita jalankan. Dalam kasus yang saya sebutkan diatas, teman-teman saya yang pindah jurusan atau pindah universitas merasa tidak cocok, karena sebenernya mereka tidak nyaman dengan apa yang mereka jalankan, dan jurusan kuliah yang mereka ambil kebanyakan tidak benar-benar sesuai dengan minat atau bakat mereka. Contohnya, satu orang teman saya, Julian, masuk jurusan teknik di universitas A, cuma karena dia tidak diterima di jurusan ekonomi universitas B. Atau juga Ferdi, memilih masuk jurusan hukum universitas C cuma karena universitas C termasuk universitas yang bergengsi di kotanya, lebih parahnya lagi, minat Ferdi yang sesungguhnya adalah masuk jurusan sastra. Lebih banyak lagi teman-teman yang terpaksa kuliah di universitas yang sebenernya tidak mereka inginkan, dengan jurusan yang juga tidak mereka minati, hanya karena mereka tidak diterima di universitas yang sebenarnya mereka inginkan.

Saya coba hubungkan dengan 'ketidakcocokan' orang-orang dalam menjalani hubungan. Pacaran bertahun-tahun, putus. Pernikahan yang sudah bertahun-tahun, juga tidak jarang yang berujung perceraian. Alasannya pun seringkali karena banyaknya ketidakcocokan. Motivator Mario Teguh dalam akun twitternya berkata:




Saya sepakat, lebih baik pindah jurusan kuliah daripada diteruskan tapi malah 'buntu' ditengah jalan dan akhirnya menjadi penghambat untuk meraih prestasi. Saya juga tidak menyangkal, terkadang putus dalam pacaran, atau adanya perceraian dalam pernikahan, kadang menjadi sebuah solusi daripada terikat dalam suatu hubungan yang menyengsarakan dan tidak menciptakan sinergi yang baik dan memuliakan. Tapi alangkah baiknya kalau kita berpikir masak-masak sebelum menentukan pilihan, juga tidak memaksakan diri untuk memilih sesuatu hanya karena tuntutan ego atau gengsi semata.

Mari kita pikirkan, dengan alesan 'nggak cocok' tadi, betapa banyak waktu dan materi temen-temen saya yang terbuang hanya untuk pindah jurusan kuliah? Dengan alesan 'nggak cocok', berapa banyak hati yang dikecewakan karena harus mengakhiri hubungan di tengah jalan? Mari kita sama-sama berprinsip untuk memilih apa-apa saja yang memang kita butuhkan, memilih dan mengerjakan apa yang bener-bener menjadi passion kita, dan jangan lupa, berdoalah pada Tuhan, semoga senantiasa ditunjukkan jalan dalam menentukan pilihan.

Semoga kesalahan-kesalahan kita dalam menentukan pilihan, juga 'ketidakcocokan' yang akhirnya mengantarkan kita pada 'perpindahan', menjadi proses yang mendewasakan.

Sekian dulu tulisan saya kali ini, selamat beraktifitas, semoga Senin kita diceriakan oleh-Nya :)







4 comments:

  1. Kalo gak cocok ya di cocokin aja mas :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener mas Nazar, semoga jangan terlalu lama nyocokinnya ya, eman2 waktu yang kebuang. Ketemu lagi senin depan mas :)

      Delete
  2. Bukan jodohnya kali jadi gak cocok...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju kang Ficri, jodoh memang di tangan Tuhan. Tapi setidaknya sudah semaksimal mungkin kita usahakan, ya kang :)

      Delete

UA-52443094-1