Sunday 16 March 2014

"Partai Teddy Bear"

Ramai. Menjelang pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Bukan cuma koran atau tivi yang banyak ditebengi lambang-lambang partai, tapi juga pohon-pohon di pinggir jalan, ikut ditempeli, lengkap sudah,  lambang partai ada di tiap pohon yang melambai.

Sujiwo Tejo, presiden republik Jancukers, turut berkomentar melalui akun twitternya, kira-kira begini bunyi twit beliau,

 "Menjelang pemilu, orang-orang jadi ingat kembali fungsi pohon, yaitu buat nempelin atrtibut partai politik."

Seandainya, ini cuma seandainya lho ya, saya memiliki kewenangan (serta kapabilitas, tentunya) untuk membuat partai politik, serta berwenang untuk memilih simbol partai, saya tidak akan ragu-ragu untuk memilih Teddy bear, untuk jadi simbol partai saya. Kenapa Teddy bear?

Bukan, bukan gara-gara Teddy bear ini favoritnya kaum hawa, termasuk pacar saya, sehingga saya harus memberi judul entri saya kali ini dengan menyinggung nama salah satu boneka paling populer di dunia asal Amerika ini, bukaan. Concern saya kali ini adalah, bahwa lambang-lambang beberapa partai politik (terutama partai besar) yang ada di Indonesia, terlalu muluk-muluk, kadang terlalu jauh antara performa yang terealisasi dari ideologi partai, atau lambang tersebut kurang bisa merepresentasikan substansi partai, isi di dalam partai yang sebenar-benarnya, sehingga terpikir dalam benak saya 'kenapa kok ndak pake lambang Teddy bear aja to?' Ah, nanti di akhir-akhir paragraf saja saya bahas soal partai lambang Teddy bear saya. Saya terlebih dahulu mau membahas lambang partai-partai yang beneran exist (serta yang termasuk paling populer) di dunia politik negeri kita tercinta.

Pertama, ini partai dengan lambang mirip bintang mercy, yang katanya sih pengen 'katakan tidak pada korupsi', tapi kader-kader terbaiknya (katanya juga lhoo), justru banyak yang dibui -karena? Korupsi. Berdasarkan anggaran dasar partai ini, bintang mercy merah-putih yang digunakan sebagai simbol partai mencerminkan 3 tujuan mulia, yaitu menjadi partai yang Nasionalis-Religius, menjunjung tinggi Pluralisme, serta Humanisme.  Apa daya, rakyat terlanjur kecewa dengan tindak korupsi kader-kader partai ini, mulai dari mbak AS yang mempopulerkan apel Malang - apel Washington, sampe mas AU yang janji mau digantung di Monas kalo terbukti korupsi. Korupsi tentu sangat keji, bahkan Sujiwo Tejo menganggap korupsi itu sama dengan membunuh, membuat orang-orang kecil mati, mati sak jroning urip, hidup dalam keadaan sengsara sehingga seolah-olah mati. Tapi sudahlah, tuh partai ini juga masih punya sisi humor, lihat saja si Poltak atau pak 'Ngeri-ngeri sedap' dengan omongan nyablak nya yang khas, memancing gelak tawa (sekaligus emosi), wira-wiri di tivi. Terlihat pasang badan buat partai, atau cuma jadi penjilat?

Kedua, ini partai banteng. Bukan sembarang banteng karena moncong banteng partai ini berwarna putih. Nggak jarang, di desa-desa, atau kota kecil, kampanya partai ini kadang dicampuri tindakan anarkis. Sangar? tunggu dulu, banteng sedang ragu. Karisma serta elektabilitas ketua partai ini sedang tersaingi 'anaknya' sendiri. Sama si itu lho, gubernur yang blusukan, yang bagi sebagaian orang sedang jadi kesayangan.. Akhirnya sang gubernur memang mendapat mandat dari ketua umum partai untuk maju menjadi capres, sebagian masyarakat mendukung, sebagian lagi melihat ini sebagai inkonsistensi, lari dari komitmen, karena masa jabatan gubernur bahkan belum selesai 1 periode. Entahlah..

Ketiga, lambang partai ini komposisinya: peta nusantara dalam globe, dikelilingi bintang-bintang, dan warna hijau selalu dominan. Hmm, sudah tau kan lambang partai apa. Pembuat partai ini, sekaligus kakek dari orang yang sering disebut 'Guru Bangsa' karena sifat pluralitasnya, memiliki cita-cita yang luhur, membawa aliran yang kalo diartikan ke bahasa Indonesia menjadi 'Ikatan orang-orang yang berilmu', tapi tiba-tiba muncul si pendekar gitar, err kesatria bergitar, whatever, dengan kredibilitas yang tidak begitu meyakinkan, pernah tersangkut isu rasisme, dan drama kehidupan pribadinya (nikah siri-perceraian) tidak kalah seru untuk di blow-up oleh media, dibanding keputusannya untuk menerima tawaran partai hijau (katanya) untuk diusung menjadi raja, ups, presiden. Tapi di sisi lain, partai ini masih punya kader (akan diusung) yang 'waras' dan cukup diperhitungkan, misalnya si bapak dari Madura itu tuh. Iya, yang mantan ketua Mahkamah Konstitusi. Semoga rakyat yang 'waras' tidak salah pilih.

Ada lagi nih, partai ini punya nama besar, lambang partai ini didominasi warna hijau, dan nggak main-main, terpampang juga gambar Ka'bah, kiblat sholat berjuta umat. Tapi ada hal yang cukup menggelitik, terutama menjelang pemilihan legislatif, karena ada seorang wanita cantik, dengan track-record yang sangat minim di kancah politik, diusung oleh partai ini menjadi salah satu calon legislatif. Aneh, tentu saja, selain pengalaman berpolitik yang kurang, wanita cantik ini juga lebih dikenal masyarakat sebagai artis kontroversial, dengan berita-berita semacam pernikahan siri dengan lebih dari satu pria. Juga dikenal sebagai penyanyi, pemain sinetron, bahkan sempat main beberapa film dengan genre horor (horor dalam tanda kutip) dengan judul yang 'mengerikan' seperti 'Rintihan Kuntilanak Perawan' dan 'Pelukan Hantu Janda Gerondong', wow!

Bagaimana dengan partai Teddy bear saya? Tentu saya masih keukeuh akan pakai lambang Teddy bear, karena, lihatlah semua boneka Teddy yang ada di seluruh dunia, lihatlah ekspresinya, yang dicerminkan hanyalah senyum dan muka tanpa ekspresi, betapa, menurut saya adalah lambang dari sebuah konsistensi, wajah yang 'asli' tanpa ditutup-tutupi. Ada dipelukan wanita saat tertidur, ada di dalam kios boneka dengan label harga yang tinggi, tergeletak berdebu di meja bahkan di lantai rumah,  tetap sama, tidak bergeming, sesuatu yang kata kiai-kiai bilang adalah ke-istiqamah an yang luar biasa, dan menurut saya, bangsa ini membutuhkan orang-orang yang bisa memimpin dengan tegas serta konsisten, berbuat baik bukan hanya saat kampanye, bukan yang banyak berjanji hanya demi mendapatkan suara, yang terpenting  apapun dan dimanapun posisinya, selama dia menjabat, dia tetap pro-rakyat.

Beberapa paragraf diatas adalah pandangan saya sebagai orang awam, yang tidak secara khusus belajar politik melalui bangku kuliah, atau terjun langsung ke dunia politik. Para politikus mungkin hanya akan mencibir apa yang saya tulis di postingan kali ini. Tapi ingat sekali lagi, saya berbicara dan menulis dari sudut pandang orang awam, dan hadapilah kenyataan, bahwa orang awam di Indonesia adalah mayoritas.

Perkenalkan. Gaelly, boneka Teddy favorit pacar saya :)
Sekian dari saya, semoga hari-hari kita senantiasa diceriakan oleh-Nya.



Monday 17 February 2014

"Cinta dan Kontribusi"




Entri kali ini saya buka dengan salah satu quote dari salah seorang humanist (saya sebut humanist, karena beliau tidak terlalu sepakat disebut budayawan) Republik Jancuker, Sujiwo Tejo, di salah satu talkshow buku Ngawur Karena Benar, tentang cinta, yang menurut beliau seharusnya tanpa pengorbanan, dan saya sangat sepakat akan hal itu. Dimana menurut saya, cinta adalah soal memberi, berkontribusi, serta mengabdi.

Saya coba untuk mengelaborasi lebih jauh. Menurut hemat saya, cinta itu soal seberapa besar kontribusi yang kita berikan kepada seseorang atau hal yang kita cintai, atau lebih jauh lagi, dalam hubungan vertikal kita, cinta merupakan penghambaan kepada Yang Maha Kuasa. Cinta kepada Indonesia, misalnya, berarti soal seberapa jauh langkah yang kita tempuh untuk membawa bangsa ini ikut maju, soal perbaikan diri apa saja yang sudah kita lakukan, agar bangsa ini juga perlahan berbenah, dan juga soal prestasi apa saja yang sudah kita sumbangkan, agar Indonesia tetap menjadi bangsa yang bisa dibanggakan.

Cinta Indonesia, bukan cuma ikut rusuh waktu nonton bola mendukung PSSI, bukan cuma gembar-gembor demo sana-sini, tapi soal perbaikan diri sering diingkari, bolos kuliah, kerja masih suka korupsi. Betapa cinta tanpa kontribusi nyata adalah gombal. Hari gini, siapa juga yang masih mau digombali?

Cinta kepada Tuhan, cinta karena Tuhan, lebih rumit lagi, njelimet. Sehingga Emha Ainun Nadjib, seorang cendekiawan menjelaskan dalam ceramah-ceramahnya, cinta kepada Tuhan, berarti menjalankan apa-apa yang diwajibkan kepada  kita, walaupun pada dasarnya, Tuhan-pun tau kita tidak suka untuk menjalankannya. Contohnya, semua orang mungkin sebenarnya lebih memilih tidur pagi daripada harus bangun sholat subuh, lebih memilih makan kenyang daripada harus puasa menahan lapar di siang bolong setiap bulan Ramadhan. Tapi, kalau hamba-hamba Tuhan rela untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang sebenarnya tidak nyenengke tadi, sesuai janji-Nya, level atau derajat mereka akan naik dimata Tuhan. Itulah bentuk cinta level tertinggi, bentuk penghambaan.

Lalu gimana cara mengartikan cinta pada anu, cinta pada si itu, karena Tuhan? Cinta karena Tuhan, masih menurut Cak Nun (Panggilan akrab Emha Ainun Nadjib), berarti saat kita menjalani hidup, kita bercinta kasih, berdamai, dengan sesama manusia, juga dengan alam semesta, sehingga Tuhan turut melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita. Terjalin hubungan horizontal-vertikal,  habluminallah habluminannas, yang indah dengan saling mencintai.

Cukup sekian dari saya. Semoga hari hari-hari kita senantiasa diceriakan oleh-Nya.


Sunday 9 February 2014

"Jalani Aja"

Ada satu kalimat, menurut saya, yang kalau hanya dimaknai secara sederhana, justru akan sangat berbahaya untuk mindset atau kerangka berpikir kita. Kalimat itu ialah "jalani aja". Seringkali kita dengar seseorang memeberikan nasihat kepada orang lain, atau mungkin kita sendiri pernah memberikan nasihat untuk keluarga, kerabat, atau teman terdekat kita dengan kalimat-kalimat seperti ini: 'Hidup itu dijalani aja', 'Kuliah itu jangan kebanyakan dipikir, tapi dijalani aja', atau 'Nggak perlu terlalu dikawatirkan, jodoh itu ditangan Tuhan, hubungan (dengan kekasih) itu ya dijalani aja'. Saya pribadi tidak sepakat kalau kalimat-kalimat yang barusan saya sebutkan tadi hanya berhenti pada kata-kata "jalani aja", kenapa? Karena menurut saya, di dalam kalimat "jalani aja" justru terdapat tanggung jawab besar, dan juga beberapa alasan mendasar yang akan saya coba jelaskan di paragaraf-paragraf selanjutnya.

Mari kita coba analogikan dengan cara kerja anggota tubuh kita, pada saat kita hendak berjalan. Mungkin terkesan sangat sederhana, hanya sekedar melangkah, maju atau mundur, apa susahnya? Namun ternyata dalam proses menggerakkan kaki untuk berjalan saja, harus ada koordinasi yang luar biasa antara sistem otot, syaraf, dan sendi manusia, bahkan secara naluriah, kedua tangan kita akan mengayun kedepan dan kebelakang, agar keseimbangan tubuh kita tetap terjaga pada saat kita berjalan. Luar biasa!

Analogi lain yang akan saya gunakan adalah pada saat kita mengendarai sepeda. Sepeda? Anak kecil juga banyak yang jago kalo cuma mengendarai sepeda. Tapi tunggu, dalam mengendarai sepeda, selain anggota tubuh kita harus berkoordinasi sedemikian rupa untuk tetap seimbang dalam keadaan kedua kaki mengayuh pedal, otak kita juga dituntut untuk fokus, supaya sepeda yang kita kendarai tidak 'keluar' dari jalur lintas. Tidak hanya itu, feeling dan logika kita juga harus kita pakai saat mengendarai sepeda agar kita tau kapan saat yang tepat untuk menikung, untuk menambah kekuatan kayuh kita di jalan menanjak, dan juga mempersiapkan kedua tangan kita untuk mengerem untuk mengurangi kecepatan.

Kedua analogi diatas telah memberikan gambaran, bahwa dalam hidup ini tidak ada suatu hal pun yang boleh kita anggap sepele, tidak ada satupun pekerjaan yang bisa kita jalani dengan baik tanpa pemikiran yang matang, keseimbangan, serta tanggung jawab. Mari kita bersepakat bahwa segala skenario dari Yang Maha Kuasa dalam hidup kita memang harus kita jalani. Kita jalani dengan penuh semangat. Kita jalani dengan optimisme. Kita jalani dengan cinta kasih. Kita jalani dengan penuh tanggung jawab.

Sekian, semoga Senin kita senantiasa diceriakan oleh-Nya :)





Monday 2 December 2013

Living Malaysian Live :)


One stop information and accomodation center for international students in Malaysia.
By: Devara Ega Janitra

Why Malaysia?

Here are some reasons for students to continue their further study in Malaysia:

Various, Accredited, and High Quality Study Option

All educational institutions in Malaysia is closely monitored by the Malaysian Education Ministries through their quality control authorities such as National Accreditation Board (LAN) and the National Quality Assurance Body, and appropriate legislation such as The Education Act, 1996, the Private Higher Educational Institutions Act, 1996 and The Malaysian Qualifications Agency Act 2007. The Malaysian Qualifications Agency (MQA) is set up to implement and enforce the Malaysian Qualifications Act 2007 (universitymalaysia.net).

Malaysia offers a broad range of study options. In order to obtain qualifications from universities in the US, UK, Canada, Australia, France and New Zealand, students can opt to study twinning degrees and 3+0 degree programmes. This is a more cost-friendly alternative for quality education. Moreover, students can choose various public and private universities and colleges. They can also continue their tertiary education at branch campus of prestigious foreign university operating here.


Competitive Tuition Fees

Malaysia’s colleges and universities are very reasonable and highly affordable course fees, among the lowest in the region. This makes Malaysia a popular destination for good quality education at very competitive rates and cost-savings. The following tables are showing the estimated tuition fees for certain study programmes:




Notes: All tables/figures shown above are estimates and serve only as a guideline ) ( Estimated currency exchange rate : USD1 = RM3.20 )

Cost Advantages

Another reason why international students have chosen Malaysia to pursue their further study is the
cheaper cost (relatively) of the education in Malaysia coupled with the availability of internationally-recognised qualifications highlights another significant factor why international students choose to study here. The following tables show the cost benefits of studying in Malaysia:












Breakdown of Living Cost in Malaysia


(Taken from: http://www.studymalaysia.com/education/art_msia.php?id=affordable)

Accommodation

You should estimate about RM300 (USD94) to RM450 (USD141) for your accommodation per month. The rental will vary depending on the geographical area, the type of accommodation (on-campus living in a hall of residence; or off-campus living in an apartment, condominium, singlestory house, double-storey house, etc.), the facilities provided in the house (e.g. with or without air-conditioning) and of course, the number of people sharing the room (or the apartment/house).

Food/Housekeeping
Your food and housekeeping expense is estimated to be around RM400 to RM450 (estimated USD133). This is based on about RM12 to RM15 (USD4.2) for three meals per day. Naturally, if you cook and share the cooking expenses with your friends, it would be cheaper.

Public Transport
Students who stay on campus or near campus may not incur any cost of travelling to and from classes. However, other travelling may cost approximately RM30 to RM50 (estimated USD13) per month.

Telecommunication / Mobile Phone Bills and Utilities
The mobile phone packages in Malaysia are very competitive. How much you spend will depend on your usage and the promotional package you choose. The average student may spend about RM30 to RM80 (estimated USD17) per month.

Books, Reading Materials and Stationery
We have estimated the cost to be around RM50 to RM100 (estimated USD24) per month, but it would largely depend on the course you have signed up for and and the number and nature of projects in your course.

Medical / Hospitalisation Insurance
Although you may not need to pay for medical expenses every month, if you keep aside RM50 (USD16) per month, it would be sufficient for you in case you need outpatient treatment at a private clinic during the year. This estimate includes the amount you will have to pay for your medical and hospitalisation insurance (from your institutions).

Personal Expenses
How much your personal expenses would be per month would depend on your personal lifestyle. However, the cost can be estimated to be between RM100 (USD32) and RM200 (USD64). This includes your socialising needs, toiletries, haircut, clothes, movie, etc.
Using the estimate above, the total cost of living will average from between RM1,000 and RM1,500 (USD313 to USD469 ) per month or about RM12,000 to RM18,000 (USD3,750 to USD5,625 ) per year (12 months) for one student.

It is important to remember that the above estimate is only a guide in planning your budget to study in Malaysia. Individual expenses will vary according to the location you are at, course taken and your personal lifestyle.



These following informations are the examples of accomodation details provided by some universities located around Kuala Lumpur, the capital of Malaysia:



Asia Pasific University (APU) (http://www.apu.edu.my/)






(Example of Asia Pasific University's Accomodation, taken from: http://www.apu.edu.my/life-apu/accommodation/endah-promenade)







Multimedia University (MMU) (http://www.mmu.edu.my/)







(Example of Multimedia University's Accomodation (1), taken from: http://www.mmu.edu.my/index.php?req=81)






 (Example of Multimedia University's Accomodation (2), taken from: http://www.mmu.edu.my/index.php?req=81)







Monash University Malaysia (http://www.monash.edu.my/)






(Example of Monash Malaysia University's Accomodation (1), taken from: http://www.monash.edu.my/student-life/accommodation/sunway-monash-residence/)






(Example of Monash Malaysia University's Accomodation (2), taken from: http://www.monash.edu.my/student-life/accommodation/sunway-monash-residence/)






Note: All of those accomodations mentioned above are come under-university/ on-university accomodation. For the informations of off-university accomodations, you can relate to the official universities' website provided.
For more informations, please relate to the following websites:















Sunday 24 November 2013

"Nggak Cocok"

Ada beberapa teman SMA saya yang memilih pindah jurusan waktu kuliah di tahun pertama atau tahun kedua, dan memilih mengulang dari semester awal di jurusan kuliah yang baru sebagai mahasiswa baru -entah itu di universitas yang sama, atau di universitas yang baru juga. Alasannya? Ngerasa nggak cocok. Alasan 'nggak cocok' ini cukup unik menurut saya. Setelah satu-dua tahun, atau mungkin lebih dalam menempuh kuliah yang memakan waktu dan juga biaya, alasan 'nggak cocok' jadi terasa kurang tepat. Perlukah waktu begitu lama sampai kita sadar akan cocok nggak cocoknya sesuatu yang kita jalani atau kita kerjakan?

Bicara soal 'cocok' bisa selalu kita kaitkan dengan kata 'pilihan'. Cocok juga bisa berarti nyaman dengan apa yang kita jalankan. Dalam kasus yang saya sebutkan diatas, teman-teman saya yang pindah jurusan atau pindah universitas merasa tidak cocok, karena sebenernya mereka tidak nyaman dengan apa yang mereka jalankan, dan jurusan kuliah yang mereka ambil kebanyakan tidak benar-benar sesuai dengan minat atau bakat mereka. Contohnya, satu orang teman saya, Julian, masuk jurusan teknik di universitas A, cuma karena dia tidak diterima di jurusan ekonomi universitas B. Atau juga Ferdi, memilih masuk jurusan hukum universitas C cuma karena universitas C termasuk universitas yang bergengsi di kotanya, lebih parahnya lagi, minat Ferdi yang sesungguhnya adalah masuk jurusan sastra. Lebih banyak lagi teman-teman yang terpaksa kuliah di universitas yang sebenernya tidak mereka inginkan, dengan jurusan yang juga tidak mereka minati, hanya karena mereka tidak diterima di universitas yang sebenarnya mereka inginkan.

Saya coba hubungkan dengan 'ketidakcocokan' orang-orang dalam menjalani hubungan. Pacaran bertahun-tahun, putus. Pernikahan yang sudah bertahun-tahun, juga tidak jarang yang berujung perceraian. Alasannya pun seringkali karena banyaknya ketidakcocokan. Motivator Mario Teguh dalam akun twitternya berkata:




Saya sepakat, lebih baik pindah jurusan kuliah daripada diteruskan tapi malah 'buntu' ditengah jalan dan akhirnya menjadi penghambat untuk meraih prestasi. Saya juga tidak menyangkal, terkadang putus dalam pacaran, atau adanya perceraian dalam pernikahan, kadang menjadi sebuah solusi daripada terikat dalam suatu hubungan yang menyengsarakan dan tidak menciptakan sinergi yang baik dan memuliakan. Tapi alangkah baiknya kalau kita berpikir masak-masak sebelum menentukan pilihan, juga tidak memaksakan diri untuk memilih sesuatu hanya karena tuntutan ego atau gengsi semata.

Mari kita pikirkan, dengan alesan 'nggak cocok' tadi, betapa banyak waktu dan materi temen-temen saya yang terbuang hanya untuk pindah jurusan kuliah? Dengan alesan 'nggak cocok', berapa banyak hati yang dikecewakan karena harus mengakhiri hubungan di tengah jalan? Mari kita sama-sama berprinsip untuk memilih apa-apa saja yang memang kita butuhkan, memilih dan mengerjakan apa yang bener-bener menjadi passion kita, dan jangan lupa, berdoalah pada Tuhan, semoga senantiasa ditunjukkan jalan dalam menentukan pilihan.

Semoga kesalahan-kesalahan kita dalam menentukan pilihan, juga 'ketidakcocokan' yang akhirnya mengantarkan kita pada 'perpindahan', menjadi proses yang mendewasakan.

Sekian dulu tulisan saya kali ini, selamat beraktifitas, semoga Senin kita diceriakan oleh-Nya :)







UA-52443094-1